jatiluwih

jatiluwih

This is default featured post 1 title

Belajar untuk memahami budaya dari sudut pandang yang berbeda aku dia kita dan mereka adalah sama sama sama mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

This is default featured post 2 title

Belajar untuk memahami budaya dari sudut pandang yang berbeda aku dia kita dan mereka adalah sama sama sama mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

This is default featured post 3 title

Belajar untuk memahami budaya dari sudut pandang yang berbeda aku dia kita dan mereka adalah sama sama sama mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

This is default featured post 4 title

Belajar untuk memahami budaya dari sudut pandang yang berbeda aku dia kita dan mereka adalah sama sama sama mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

This is default featured post 5 title

GBelajar untuk memahami budaya dari sudut pandang yang berbeda aku dia kita dan mereka adalah sama sama sama mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Minggu, 31 Juli 2011

Konflik itu suatu hal yang biasa, tujuannya yang harus luar biasa

Banyak orang yang terkaget-kaget melihat sebuah konflik yang terjadi belakangan ini di Bali. Kok bisa ya Bali yang dikatakan sebagai daerah surga terjadi bunuh-bunuhan antar sesamanya, sesama local boy lagi,... tak habis pikir. mungkin itulah yang ada dibenak sebagian besar orang, juga orang Bali sekalipun. 
Apakah Bali sudah sedemikian berubahnya??? 
Apakah orang Bali sudah kehilangan jatidiri ke Baliannya???
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Jika dilihat, konflik yang terjadi belakangan ini di Bali (khusus konflik intern) terdiri dari beberapa macam:
1. Konflik Adat
2. Koflik Pemuda
3. Konflik Perbatasan
4.Kombinasi

Seringkali perasaan/pertanyaan/pernyataan yang timbul ketika ada konflik yang terjadi di Bali adalah orang bali sudah kehilangan identitas dirinya, masuknya pengaruh ekstern kedalam masyarakat Bali tanpa filter dan juga ada provokasi dari pihak-pihak terkait entah pihak mana yang dimaksud, tapi yang pasti saling menyalahkan tanpa ada solusi terkait. 
Tapi apa iya ya??? orang Bali itu berkonflik karena pengaruh budaya luar?? karena sudah kehilangan identitas agama dan BUDAYA???
Tentu saja tidak. Sejak jaman dahulu kala, ketika Bali ini masih dibawah ketiak Majapahit, bahkan sebelumnya, orang Bali sudah hobi berkonflik, silahkan saja buka buku sejarah, lontar, babad yang mustahil tidak ada konflik disana.  Perebutan wilayah, perebutan kekuasaan bahkan rebutan wanita semua itu berujung pada satu,... KONFLIK, yang bahkan jauh lebih sadis daripada sekarang. Ingat juga salah satu sumber devisa Bali pada zaman kerajaan adalah BUDAK,...
Kemudian, ketika orang Bali akrab dengan konflik sejak zaman dahulu, mengapa, seakan-akan orang Bali sekarang alergi dengan kata konflik, bentrok,...
Orang Bali seakan merasa menjadi orang paling damai, The Last Paradise, yang mana di Paradise gak mungkin ada konflik bukan.Orang bali seakan lupa bagaimana masa lalunya yang penuh perjuangan, penuh noda, peluh, darah dari leluhurnya.

Pariwisatalah salah satu sebab tidak sadar,.......
Mungkin kita tidak sadar akan banyak dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata, dampak yang kelihatan mungkin dengan mudah ditanggulangi, tapi dampak yang tidak kelihatan??? hanya orang yang tahu dan mampu saja yang mau dan mampu menanggulanginya. tapi berapa banyak orang seperti ini ada di bali??
Pariwisata menjadikan pola pikir kita berubah, pariwisata menjadikan pola pikir kita menjadi alergi dengan hal-hal yang berbau buruk, busuk. 
Apakah kita sadar kalau "Bali The Last Paradise" itu diciptakan orang asing dengan tujuan-tujuan tertentu??
Kita sebagai pemilik Bali ini malah berada di awang-awang ketika dikatakan sebagai surga terakhir. Tidak sadarkah kita bahwa ungkapan itu hanya sebagai tagline untuk memikat wisatawan asing, sebuah iklan lebih tepatnya, yang diciptakan oleh orang luar, untuk orang luar yang membuat orang bali sendiri merasa dirinya hidup di surga, padahal tiDAK!!!!!  Kita sebagai orang bali yang hidup di Bali malah terhegemoni dengan ungkapan-ungkapan seperti ini. kita merasa daerah kita ini damai, tiada cacatnya. Ketika satu konflik meletus,betapa kagetnya kita, seakan-akan itu tidak mungkin terjadi di Bali, padahal sejak zaman dahulu kala itu biasa terjadi di Bali.
Sadarkah kita ketika tahun 1946, sudah ada tagline Bali The Lost Paradise yang mana disaat yang sama terjadi puputan MARGARANA!!!!!! wow!!!!

Tajen
Tajen adalah sebuah kegiatan adu ayam, yang sekarang dikategorikan judi oleh polisi, tajen ini tidak hanya ada dibali, tapi hampir ada diseluruh dunia, dan tahukah bahwa tajen adalah salah satu cara bisa membuktikan kalau orang itu hobi berkonflik. 
Tajen adalah sebuah kegiatan penyaluran hasrat kaum laki bali untuk bertarung. dalam tajen tidak hanya ayamnya saja yang bertarung, tapi juga harga diri pemilik ayam itu. Ketika ayamnya menang, tidak hanya uang yang didapatkan, tapi juga namanya juga menjadi terangkat. pada masa lalu, raja bahkan memilki ratusan ayam aduan. ini membuktikan betapa prsetisiusnya tajen pada masa romatisme bali. 
Disinilah kemudian tajen menjadi penyalur hasrat lelaki bali untuk bertarung karena sudah tersalurkan lewat adu ayam. 
Apakah dengan Tajen konflik akan total hilang?? tentu saja tidak. konflik masih tetap ada pastinya, tajen ini hanya sebagai penyalur hasrat sementara saja. 

Orang Bali butuh penyalur konflik
Ditengah semakin kompleksnya keutuhan dan tingkat stresss, tentu saja ekskalasi konflik akan meningkat drastis, kemudian yang menjadi pertanyaan, apa yang akan dilakukan untuk menyalurkan konflik????
Mudah-mudahan dengan semakin seringnya konflik terjadi orang bali akan sadar dengan apa yang terjadi sebenarnya, dan menemukan penyaluran yang tepat untuk dilampiaskan. 
orang bali butuh konflik kok untuk menyadarkan dirinya. hanya saja konflik janganlah sesama nyama bali. jika energi postif dari konflik mendapat penyaluran yang tepat dan positif (bagi orang bali), maka eksistensi orang bali di bali akan selamanya ada.

Jumat, 29 Juli 2011

Madame X pahlawan Transgender


Cerita “Madame X” terjadi di sebuah negeri antah berantah dan mengambil sudut pandang dari kaum waria.Di negeri ini, seorang waria bernama Adam (Amink) sedang berulang tahun.Hari bahagia tersebut pun dirayakan oleh ibu angkatnya yang dipanggil Tante Liem (Baby Jim Aditya), waria bernama Aline (Joko Anwar) yang merupakan sahabat karibnya, dan Cun Cun (Fitri Tropica).Tiba-tiba seorang wanita bernama Bunda Lilis (Sarah Sechan) datang berkunjung ke salonnya dan memperingatkannya agar tidak mempelajari sebuah tarian yang bisa membunuhnya.
Tiba-tiba seorang wanita bernama Bunda Lilis (Sarah Sechan) datang berkunjung ke salonnya dan memperingatkannya agar tidak mempelajari sebuah tarian yang bisa membunuhnya.Tanpa mengerti maksud dari Bunda Lilis, Adam pun hanya mendengarkan ramalan itu saja.Di malam harinya, Adam bersama Aline dan Cun Cun merayakan ulang tahunnya di sebuah klub waria.Ternyata tempat itu diserang oleh sebuah ormas yang suka melakukan tindak kekerasan dan dipimpin oleh Kanjeng Badai (Marcell Siahaan).
Semua waria diangkut ke dalam sebuah truk. Aline, yang memang selalu bicara sesuka hati tanpa melihat kondisi di sekitarnya, harus berakhir dilempar keluar truk. Adam pun marah dan berusaha melawan, tapi nasibnya pun sama dengan Aline. Ia dilempar keluar dari truk. Lalu, Adam diselamatkan oleh sepasang suami istri, Om Rudy (Robby Tumewu) dan Tante Yantje (Ria Irawan). Pasangan tersebut memiliki kelompok penari yang menarikan Tari Lenggok.
Pasangan tersebut memiliki kelompok penari yang menarikan Tari Lenggok.Adam yang tidak ingin kembali ke ibukota pun akhirnya tinggal dan mempelajari tarian tersebut.Ternyata, tarian tersebut juga membuatnya menjadi ahli bela diri.Berkat latihan tari tersebut, Adam jadi mahir. Sesuai dengan keahlian yang dimiliki, Adam menggunakan senjata tas make-up untuk membeladiri. Karena dorongan yang kuat untuk menyelamatkan kawan-kawannya, Adam kembali ke ibukota sebagai 'Madame X'. Di kota, Kanjeng Badai ternyata sibuk berkampanye untuk pemilihan pemimpin. Adam merasa tak rela jika orang sejahat Kanjeng Badai terpilih.
Dengan kekuatan tas make-up dan peralatan dandan, juga perpaduan seksi antara seni bela diri dan gerak tari, Madame X harus mengalahkan Kanjeng Badai dengan gemulai sebelum musuhnya itu memenangkan pemilu. Halangan terbesarnya adalah pendukung partai politik Kanjeng Badai yang terkenal militan dan homophobia.
Dari sinopsis di atas, mungkin sudah dirasakan ada bagian yang relevan dengan kondisi masyarakat sekarang. Nyatanya, film ini memang tidak malu-malu dalam melemparkan berbagai macam sindiran ke berbagai macam kalangan di Indonesia. Hal ini terlihat dari karakter, adegan, dan dialog yang dilontarkan.“Madame X” memperlakukan isu-isu sosial yang disinggungnya itu seperti meneriakkan betapa gilanya kondisi di Indonesia yang dianggap semakin absurd.Teriakan tersebut begitu jelas dan lantang.Dengan menggunakan medium film superhero, penyelesaian yang diberikan oleh film ini pun membuat keseluruhan film bernuansa fabel.
Madame-X ini film yang cerewet bukan main, sebab kebanyakan karakternya adalah pemelukLGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) sehingga mereka menggunakan gaya bicara yang sungguh menggelitik. Bahasa-bahasa bikinan sendiri, lengkap dengan gesturnya.Kecerewetan ini yang membuat kami menduga bahwa Madame-X pastilah diarahkan oleh seorang yang akrab dengan dunia LGBT, atau bahkan pemeluk LGBT yang taat. Siapapun dia (di kredit titel: namanya Lucky Kuswandi; sebelumnya pernah membuat film “Pertaruhan”), kemungkinan besar bukan director-for-hire yang ditunjuk untuk mengarahkan film sesuai dengan kemauan produser-investor. Ia punya unek-unek pribadi  untuk ditunjukkan kehadapan semua orang, dan Madame-X adalah cara yang baik mengingat isu LGBT akan menjadi sangat menakutkan bagi khalayak bila diceritakan dengan cara yang serius. Komedi superhero berlatar belakang negeri khayalan menjadi pilihan yang tepat.

Dalam cerita Madame-X terdapat beberapa wacana yang mengemuka.
Analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini, adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat di ketahui. Jadi, wacana dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subyek dan berbagai tindakan representasi.
Wacana di dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam. Menurut Norman Fairclough (1995), wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu. Fiske, wacana harus diartikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat; W. O’Bar, wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang kepada yang lainnya.(Stephen Harold Riggins, 1997); Eriyanto (2001), wacana berkaitan erat dengan kegiatan komunikasi, yang substansinya tidak terlepas dari kata, bahasa, atau ayat.Dalam (Sobur Alex, 2001), wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Jadi, wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril.Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain.Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.
Teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media discourse) Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas sosial.
Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Mereka memilihnya untuk menentukan aspek-aspek yang ditonjolkan maupun dihilangkan, menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka, dari sisi mana peristiwa yang ada disoroti, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau dilupakan serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan; siapakah yang diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain-lain. Berita bukanlah representasi dari peristiwa semata-mata, akan tetapi di dalamnya memuat juga nilai-nilai lembaga media yang membuatnya. (Gaye Tuchman, 1978).
Intinya, pandangan analisis wacana kritis memandang bahwa media harus ditempatkan sebagai ruang atau forum publik (public forum) yang bebas. (Stuart Hall, dalam, Stanley J. Baran and Denis K. Davis, [2000]) Di dalam forum tersebut setiap unsur masyarakat berkompetisi untuk mewacanakan simbol-simbol yang merepresentasikan ideologi mereka masing-masing.
Di dalam kompetisi tersebut, sekalipun kelas dominan memiliki kelebihan-kelebihan, namun selalu saja ada kelas yang bekerja keras untuk mengimbanginya. Di sisi lain, media ternyata bukan lembaga yang netral. Masukan pemikiran dari aliran kritis ini pada dasarnya memipikan sebuah lingkungan bebas tanpa pretensi untuk semua pihak yang berkepentingan dengan media massa.(Dikutip dari rubrik Riset, Dictum edisi Perdana, April 2007)
            Dalam film Madame-X sendiri terdapat beberapa wacana yang sangat mengemuka diantaranya:
1. Wacana Homoseksualitas
Madame-X juga membuka wacana bahwa homoseksualitas bukanlah hal yang elit, apalagi penyakit.Ia bisa menjangkiti kelas manapun dengan latar belakang apapun. Buktinya, Adam yang notabene berasal dari kelas rendahan saja bisa menjadi gay yang baikhati dan jenaka.
Kamera diarahkan untuk mengumbar eksotisme dalam terminologi kaum gay, satu-satunya ‘penampakan’ perempuan hanyalah adegan pementasan tari lenggok.Madame-X mengusung semacam agenda-politis tersendiri dimana wacana menyangkut homoseksualitas yang selama ini ditabukan, bisa diangkat keruang publik secara selektif dan bersahabat
2. Wacana Emansipasi Waria
            Dalam film ini sangat terlihat jelas adanya emansipasi yang dilakukan oleh waria untuk memperoleh kesamaan harkat dan martabat diantara kaum pria dan wanita.Waria itu sendiri merupakan kependekan dari wanita pria, dimana yang dimaksudkan disini adalah pria yang merasa diri bukan sebagai pria tetapi lahir di tubuh pria. Maka dari itu waria akan berusaha untuk mengubah dirinya menjadi wanita, atau setidak-tidaknya mendekati wanita. Hal ini tentunya berbeda dengan gay, homoseksual, dimana gay atau homoseksual adalah pria yang menyukai sesama pria.
            Emansipasi adalah sebuah gerakan penyetaraan harkat dan martabat. Dalam film ini yang melakukan gerakan emansipasi adalah kaum waria, dimana hal ini sangat ditunjukkan secara vulgar diseluruh bagian dari film ini, bahwa waria itu tidak berbeda dari laki-laki dan wanita, bahwa waria itu bisa menjadi seorang superhero yang membela keadilan melawan kejahatan mafia yang dibelakangnya adalah seorang tokoh politik yang ingin menguasai negara antah berantah.
3. Wacana hegemoni.
            Hegemoni merupakan hubungan antara kelas dengan kekuatan sosial lain. Kelas hegemonik  atau kelompok kelas hegemonik adalah kelompok kelas yang mendapatkan persetujuan dari kekuatan dan kelas sosial lainnya dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui perjuangan politik dan ideologi (Gramsci- gagasan-gagasan politik Gramsci hal 22). Dalam film ini terdapat hegemoni kaum pria terhadap kaum wanita dan juga terutama kaum waria. Kaum waria selalu menjadi orang ketiga yang selalu saja menjadi sasaran pelecehan dari laki-laki maupun wanita, dan yang menjadi persoalannya adalah kaum waria juga secara tidak langsung “melanggengkan” prosesi ini antara lain dengan tetap mengambil pekerjaan-pekerjaan “kelas bawah”, seperti pelacur. Di film ini juga terjadi emansipasi dan perlawanan atas hegemoni ini yang dilakukan oleh Madame-X.Madame-X, superhero yang juga waria menjadi symbol perlawanan kaum waria atas penindasan yang dilakukan oleh laki-laki yang disimbolkan dengan Kanjeng Badai dengan gerombolannya.
4. Wacana Politik
            Dalam film ini terdapat wacana tentang politik yang sangat kacau dinegara antah berantah, dimana seorang Kanjeng Badai yang raja kejahatan bisa mencalonkan diri menjadi seorang calon presiden, yang bahkan memiliki dukungan massa militant yang cukup banyak. Ironi ini merupakan kritik yang ingin disampaikan oleh penulis tentang kacaunya keadaan politik di negara antah berantah alias Indonesia.Ketika kritik langsung dianggap sudah tidak relevan, maka kritik-kritik politik yang cenderung vulgar disampaikan melalui media, dan dalam hal ini disampaikan lewat media film.

            Dalam film ini juga sangat kental dengan wacana dominasi yang dilakukan oleh kaum laki-laki (patrilineal).Hal ini ditunjukkan bahwa yang menjadi pemimpin kejahatan adalah seorang laki-laki (kkanjeng badai) dan juga semua anak buah kanjeng badai utama, yang memiliki kekuatan berjenis kelamin perempuan.Dalam hal ini, sangat terlihat adanya dominasi laki-laki atas perempuan.Bahwasanya yang menjadi pemimpin ideal adalah seorang laki-laki, dan wanita hanya menjadi anak buah saja.Realita memang.

Kamis, 28 Juli 2011

Astha Brata


Astha Brata (delapan prilaku) diantaranya:
  1. Indrabrata, Sang Hyang Indra usahakan pegang, Ia menjatuhkan hujan menyuburkan bumi, inilah hendaknya engkau contoh lndrabrata, sumbangan-sumbanganmu itulah bagaikan hujan membanjiri rakyat. diharapkan Raja akan menghujankan anugerah kepada rakyatnya. Lewat hujan, yang diidentikkan dengan air, Raja juga diharapkan menumpahkan rezeki sehingga rezeki tersebut selalu mengalir dinamis ibarat air. Air adalah sumber segala kehidupan karena merupakan perangkat penting dalam upacara keagamaan. Maka Raja harus pula mampu memberi penghidupan yang layak kepada rakyatnya. Sekarang justru “air” tidak mengalir dengan dinamis, banyak tersumbat oleh berbagai jenis “sampah”. Dengan demikian, banyak hambatan dalam kehidupan manusia.
  2. Yamabrata, Bhatara Yama menghukum segala perbuatan jahat, ia memukul pencuri sampai mati, demikianlah engkau ikut memukul perbuatan jahat, setiap yang merintangi usahakan musnahkan. Dulu di Kerajaan Mataram dan Majapahit undang-undang hukum begitu ditegakkan. Terlebih karena para penegak hukum adalah seorang pendeta sehingga pengetahuannya akan kitab sastra dan hukum adat menjadi sempurna
  3. Surya Brata, Bhatara Surya selalu menghisap air, tiada rintangan, pelan-pelan olehnya, demikianlah engkau mengambil penghasilan, tiada cepatcepat demikian Surya Brata.
  4. Sasi Brata adalah menyenangkan rakyat semuanya, perilaku lemah lembut tampak, senyummu manis bagaikan amerta (air suci), setiap orang tua dan pendeta hendaknya engkau hormati. Disyaratkan, tindak tanduk raja tidak “memabukkan” rakyatnya dan mampu mengubah sesuatu yang jelek menjadi baik sebagaimana air amerta ini.
  5. Bayu Brata, bagaikan anginiah engkau waktu mengamati perangai orang, hendaklah engkau mengetahui pikiran rakyat semua, dengan jalan yang baik sehingga pengamatanmu tidak kentara, inilah Bayu brata, tersembunyi namun mulia. Seharusnya pemimpin langsung turun ke bawah, jangan hanya mendengar bisikan dari pembantunya. Dengarkan keluhan masyarakat, antisipasi yang akan terjadi, dan perbaiki yang sudah dianggap baik
  6. Dhana Brata, nikmatilah hidup dengan nikmat, tidak membatasi makan dan minum, berpakaian dan berhiaslah, yang demikian disebut Dhanabrata patut diteladani.
  7. Pasa Brata, Bhatara Baruna memegang senjata yang amat beracun berupa Nagapasa yang membelit, itulah engkau tiru Pasabrata, engkau mengikat orang-orang jahat. raja harus menjerat semua penjahat. Para penjahat selalu menyebabkan kemunduran negara. Dengan kitab hukum yang dijunjung tinggi ditambah para penegak hukum yang tegas dan mampu mengambil keputusan terbaik dalam pengadilan maka dulu rakyat menjadi taat hukum
  8. Agni Brata, selalu membakar musuh itu perilaku api, kejammu pada musuh itu usahakan, setiap engkau serang cerai berai dan lenyap, demikianlah yang disebut Agnibrata. Raja harus membasmi semua musuhnya dengan segera. Dalam praktik kepemimpinan, api diidentikkan dengan semangat atau keberanian. Termasuk musuh Raja, selain pencuri dan penjahat, adalah ketakutan, kelicikan, keragu-raguan, dan segala hal yang menghambat dinamika kehidupan bernegara. (http://www.yowanadharmopadesa.org)

Konsep Dewa Raja di Bali


Konsep Dewa Raja merupakan sebuah konsep yang menyamakan kedudukan raja dengan dewa-dewa. Konsep Dewa Raja ini berkembang pada masa kejayaan agama Hindu di Indonesia (terutama di Pulau Jawa). Dalam konsep Dewa Raja, raja merupakan perwujudan Dewa-dewa yang turun kedunia. Sebagai contoh Raja Airlangga dari Jawa menganggap dirinya penitisan Wisnu. Monumen peringatannya memperlihatkan ia sebagai Wisnu yang mengendarai Garuda, Selain penitisan yang di atas dikenal pula penitisan berganda. Hal ini terjadi pada Kerajaan Singosari awal. Ken Arok selaku pendiri dinasti dimitoskan sebagai inkarnasi dari Wisnu. Tetapi juga merupakan peranakan dari Brahma dengan seorang wanita fana, dan juga anak dari Syiwa. Sedangkan Raja Kertarajasa pendiri Kerajaan Majapahit di Jawa diabadikan dalam patung yang memperlihatkan Ia sebagai Halihara, yang merupakan perpaduan Wisnu dan Syiwa (cepu weblog.com).
Heine-Geldern, dalam Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara menggambarkan tentang bagaimana seorang Raja menempatkan dirinya setara dengan kedudukan para Dewa penguasa jagat atau penguasa sorga, yang berkedudukan di Gunung Meru sebagai penguasa jagat (cepu weblog.com)..
Perwujudan dari penyelarasan hubungan antara Raja, Dewa dan Alam Semesta diwujudkan dalam sebuah konsep Makrokosmos (Bhuwana Agung) dan Mikrokosmos (Bhuwana Alit). Berdasarkan kepercayaan itu dapat diartikan bahwa manusia dan energi –energi yang ada di bumi dipengaruhi oleh arah mata angin, bintang – bintang dan planet – planet. Kedudukan tersebut mengakibatkan energi – energi yang dapat menentukan dan menghasilkan kesejahteraan dan kemakmuran suatu walayah kerajaan. Hubungan antara kedua hal tersebut juga menentukan kekuasaan seorang penguasa di suatu wilayah. Keselarasan antara kedua hal itu digunakan untuk menyusun keselarasan antara jagad raya dan kerajaan, penyelarasan itu berupa penataan kerajaan sebagai gambaran kecil dari jagad raya. Konsep penyelarasan antara makrokosmos dan mikrokosmos di wujudkan dalam hubungan antara Negara dan Jagad Raya.
Menurut doktrin – doktrin Brahma, jagad raya ini terdiri dari jambudvipa, sebuah benua lingkaran dan terletak di pusat dikelilingi oleh tujuh buah samudra berbetuk cincin dan tujuh buah benua lain berbentuk cincin juga. Di luar samudra terakhir dari ketujuh samudra tadi, jagad itu ditutup oleh barisan pegunungan yang sangat besar. Di tengah – tengah Jambudvipa Meru, Gunung kosmik yang diedari oleh Matahari, Bulan dan Bintang – Bintang. Di puncak nya terletak kota dewa – dewa yang dikelilingi pula oleh tempat tinggal dari lokapala atau dewa – dewa penjaga jagad (cepu weblog.com)..
Konsep hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos, yang menurut Heine Geldren terjadi pada hampir seluruh kerajaan di daerah Asia Tenggara, juga terdapat di Bali. Dimana Bali mendapatkan pengaruhnya dari Jawa karena selama beratus-ratus tahun Bali merupakan daerah jajahan Jawa baik secara wilayah maupun secara budaya, walaupun dalam beberapa hal terjadi pengkhususan di Bali. Konsep hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos ini dianalogikan dengan konsepsi Dewa Raja. Dimana Dewa yang merupakan bagian dari makrokosmos (Bhuwana Agung) dan Cokorda merupakan bagian dari mikrokosmos (Bhuwana Alit). Dimana Raja, merupakan bagian perwujudan dari dewa yang turun ke dunia.
Konsepsi Dewa Raja di Bali mengacu pada Dewa Syiwa. Hal ini dikarenakan agama Hindu yang berkembang di Bali merupakan Syiwa Buddha, dimana Syiwa Buddha di Bali merupakan gabungan dari 8 aliran sekte yang ada di Bali, yaitu Buddha Mahayana, Siwa, Indra, Bayu, Khala, Brahma, Wisnu dan Syambhu, yang kemudian disatukan oleh Mpu Kuturan menjadi sebuah paham baru yakni paham Tri Murti atau Tri Tunggal. yang memuja Brahma, Wisnu dan Iswara yang menjadi inti keagamaan di Bali dan layak dianggap sebagai prabhawa (manifestasi) dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Soebandi, 1983:70-71).
Ciri khas dari agama ini adalah mengkultuskan Bhatara Syiwa sebagai dewa utama. Sehingga muncullah istilah Siwa Nata Raja atau Siwa Rajanya Raja. Ketika konsepsi Siwa Nata Raja ini dipertemukan dengan konsep Tri Murti, maka akan timbul:
1.            Ketika Bhatara Syiwa berfungsi sebagai pencipta maka dia akan berwujud Bhatara Brahma.
2.            Ketika Bhatara Syiwa berfungsi sebagai pemelihara, maka dia akan berwujud Bhatara Wisnu.
3.            Ketika Bhatara Syiwa berfungsi sebagai pemralina/pelebur, maka dia akan berwujud Bhatara Iswara.
Konsepsi Siwa Nata Raja ini, juga terdapat dalam konsepsi Dewa Raja di Bali, dimana Raja dianggap sebagai manifestasi Bhatara Syiwa. Ketika seorang raja bertindak sebagai seorang pencipta maka dia akan menjadi manifestasi Bhatara Brahma. Ketika seorang raja menjadi seorang pemelihara, maka dia akan menjadi manifestasi Bhatara Wisnu, dan ketika Raja menjadi seorang pelebur atau pemralina, jadilah dia sebagai manifestasi Bhatara Iswara.
Peranan Cokorda dalam upacara nangluk merana merupakan simbol kedewaan seorang Cokorda di dunia ini. Dalam upacara nangluk merana, Cokorda berperan sebagai manifestasi Bhatara Wisnu, yang turun kedunia untuk memelihara, dimana dalam kaitan dengan fungsi Tri Murti dalam upacara nangluk merana, Bhatara Wisnu bertugas untuk merawat tanaman padi agar tumbuh subur sehigga menghasilkan hasil yang maksimal dan juga untuk memelihara merana (tikus) agar tidak merusak sawah krama subak.
Simbolisasi Cokorda dalam upacara nangluk merana merupakan perwujudan dari konsepsi Dewa Raja di Bali, khususnya dalam upacara nangluk merana dimana simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi dengan mempergunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik, arsitektur, mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhisan, pakaian, ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak lagi lainnya. manusia dapat memberi makna pada setiap kejadian, tindakan, atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan dan emosi (Saefudin, 2005:289).

Penanggalan Sasih


Menurut orang Bali penanggalan sasih dibagi menjadi 12 yang masing-masing sasih memiliki spesialisasi tersendiri. Duabelas sasih itu seperti yang dijelaskan pada lontar lebur gangsa sebagai berikut:
1.      Sasih kasa (Bulan Juli). Pada sasih ini adalah masa musim daun-daunan gugur, binatang bertelur, yang beryoga pada masa ini adalah Bhatara Sri. menurut masa dunia selamat, segalanya dilaksanakan menemui hasil.
2.      Sasih karo (Bulan Agustus). Pada bulan ini dikenal dengan musim tanah kering dan kapuk berdaun. yang beryoga pada masa ini adalah Bhatara Gangga, dimana pada masa ini berada dalam selamat.
3.      Sasih ketiga (Bulan September). Pada bulan ini dikenal dengan musim umbi-umbian dan palawija. yang beryoga pada masa ini adalah Bhatara Wisnu. Dimana dunia selamat, hasil bumi baik dan makmur.
4.      Sasih kapat (Bulan Oktober). Pada bulan ini dikenal dengan musim kapuk berbuah. yang beryoga pada masa ini adalah Bhatara Brahma, dimana akan sering terjadi bencana gempa bumi, binatang mengganggu tumbuh-tumbuhan.
5.      Sasih kelima (Bulan November). Pada bulan ini dikenal dengan musim hujan. yang beryoga pada musim ini adalah Bhatara Iswara. keadaan goncang, banyak orang sakit.
6.      Sasih keenem (Bulan Desember). Pada bulan ini dikenal dengan musim buah-buahan. yang beryoga adalah Bhatara Durga. pada musim ini sering terjadi gempa, banyak penderitaan, wabah menyerang penduduk.
7.      Sasih kepitu (Bulan Januari). Pada bulan ini yang beryoga adalah Bhatara Guru. dimana pada musim ini dikenal dengan musim angin nglinus, banyak kekacauan, rakyat tidak aman.
8.      Sasih kaulu (Bulan Februari). Dikenal dengan musim palawija tumbuh dan binatang berkembang biak. Yang beryoga adalah Bhatara Parameswara, sering terjadi perkelahian.
9.      Sasih kesanga (Bulan Maret). Dikenal dengan musim binatang-binatang kecil berbunyi, yang beryoga pada masa ini adalah Bhatari Uma, tanaman dirusak, rakyat menderita.
10.  Sasih kedasa (Bulan April). Dikenal dengan musim padi dan binatang hamil. Yang beryoga adalah Bhatara Narasinga, negeri aman sentosa.
11.  Sasih jyestha (Bulan Mei). Dikenal dengan musim burung memberi makan anaknya. Yang beryoga adalah Bhatara Sangkara, keadaan tidak tenang, sawah tidak mendapat hasil.
12.  Sasih sada (Bulan Juli). Dikenal dengan musim dingin yang beryoga adalah Bhatara Anantaboga, sering terjadi hura-hura, tanaman tidak menghasilkan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More